Kamis, 27 Oktober 2011

Ilmu Pengetahuan dan Klasifikasinya

 
Ilmu Pengetahuan 




Ilmu (atau Ilmu Pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu (dari bahasa Latin: scientia berarti "pengetahuan") adalah perusahaan yang sistematis yang membangun dan mengatur pengetahuan dalam bentuk diuji penjelasan dan prediksi tentang alam semesta. Sebuah makna yang lebih tua dan erat terkait. masih digunakan saat ini adalah yang ditemukan misalnya dalam Aristoteles, dimana "ilmu" mengacu pada tubuh pengetahuan yang dapat diandalkan sendiri, dari jenis yang dapat secara logis dan rasional menjelaskan (lihat "Sejarah dan etimologi" bagian bawah).

Sejak zaman ilmu klasik sebagai jenis pengetahuan terkait erat dengan filsafat. Di era modern awal dua kata, "ilmu" dan "filsafat", kadang-kadang digunakan secara bergantian dalam bahasa Inggris. Pada abad ke-17, "filsafat alam" (yang sekarang disebut "ilmu alam") telah mulai dianggap terpisah dari "filsafat" secara umum. Namun, "ilmu" terus digunakan dalam arti luas akal yang menunjukkan pengetahuan yang dapat dipercaya tentang suatu topik, dengan cara yang sama saat ini masih digunakan dalam istilah modern seperti ilmu perpustakaan atau ilmu politik.

Dalam penggunaan modern, ilmu pengetahuan adalah istilah yang lebih sering mengacu pada cara mengejar pengetahuan, dan bukan pengetahuan itu sendiri. Ini adalah "sering diperlakukan sebagai sinonim dengan 'ilmu alam dan fisik', dan dengan demikian terbatas pada cabang-cabang studi yang berhubungan dengan fenomena alam semesta material dan hukum mereka, kadang-kadang dengan pengecualian tersirat matematika murni. Ini sekarang arti yang dominan dalam penggunaan biasa " Rasa sempit". sains "yang dikembangkan sebagai bagian dari ilmu pengetahuan menjadi sebuah perusahaan yang berbeda untuk mendefinisikan" hukum alam ", berdasarkan contoh-contoh awal seperti hukum Kepler, hukum Galileo, dan hukum Newton tentang gerak . Dalam periode ini menjadi lebih umum untuk menyebut filsafat alam sebagai "ilmu alam". Selama abad ke-19, kata "ilmu" menjadi semakin terkait dengan disiplin studi alam termasuk fisika, kimia, geologi dan biologi. Hal ini terkadang meninggalkan studi tentang pemikiran manusia dan masyarakat dalam limbo linguistik, yang diselesaikan dengan mengelompokkan daerah-daerah studi akademis sebagai ilmu sosial. Demikian pula, beberapa bidang utama lain dari studi disiplin dan pengetahuan ada saat ini di bawah rubrik umum "ilmu", seperti ilmu formal dan ilmu terapan.

Pengetahuan adalah sebuah keakraban dengan seseorang atau sesuatu, yang dapat mencakup informasi, fakta, deskripsi, dan / atau keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman atau pendidikan. Hal ini dapat merujuk pada pemahaman teoritis atau praktis mengenai subjek. Hal ini dapat implisit (seperti dengan keterampilan praktis atau keahlian) atau eksplisit (seperti dengan pemahaman teoritis dari subjek), dan itu bisa lebih atau kurang formal atau sistematis. Dalam filsafat, studi tentang pengetahuan disebut epistemologi,. dan filsuf terkenal Plato didefinisikan pengetahuan sebagai "keyakinan yang benar dibenarkan." Namun tidak ada satu definisi yang disepakati pengetahuan, dan ada banyak teori untuk menjelaskannya.

Akuisisi pengetahuan melibatkan proses kognitif yang kompleks: persepsi, pembelajaran, komunikasi, asosiasi dan penalaran, sedangkan pengetahuan adalah juga dikatakan terkait dengan kapasitas pengakuan pada manusia
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Contoh: Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.

Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.

Kalau menurutku ilmu pengetahuan itu dalam memiliki padanan dalam bahasa Inggris adalah "Science". sementara pengetahuan padanan dalam bahasa Inggrisnya adalah "knowledge". Jadi sebenarnya beda antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Hanya karena ada kata "pengetahuan" dalam ilmu pengetahuan, kebanyakan orang menyamartikan antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan.
Kalau pengetahuan sederhananya adalah "akumulasi pengalaman dan kesadaran yang dimiliki manusia". Dan, ini belum bisa disebut ilmu pengetahuan. kenapa? karena prinsip-prinsip ilmu belum kelihatan dalam pengetahuan. Misal, kalau di penghujung musim hujan kita sering mendengar suara serangga di pagi menjelang siang, dan kita menyimpulkan bahwa itu menandakan akan berganti musim ke musim kemarau... itu adalah baru pengetahuan.

Sementara itu, kalau ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diorganisasi melalui disiplin yang ketat dalam metodologi, seringkali perlu diuji dan dieksperimentasi, dicari korelasinya dan kemudian dirumuskan berbagai preposisi, digeneralisir dan lahirlah teori atau kaidah-kaidah. 

Misal, kalu kita terus mempelajari mengapa serangga menjadi sering "bernyanyi" ketika musim hujan mau berakhir lalu kita teliti dengan melibatkan unsur pengetahuan yang lain tentang pergantian musim dan kemudian dirumuskan dalam preposisi-preposisi yang logis menjadi sebuah teori itu baru disebut ilmu pengetahuan.


*    Klasifikasi Ilmu Pengetahuan


Terdapat berbagai jenis ilmu pengetahuan. Auguste Comte menyusun suatu ensiklopedi ilmu pengetahuan dengan mengklasifikasikan ilmu atas dasar tingkat kompleksitas gejala-gejala yang dihadapi, yaitu : matematika (yang menjadi dasar semua ilmu), astronomi, fisika, kimia dan biologi.
Saat ini mulai dirasakan bahwa batas-batas demarkasi antara cabang ilmu yang satu dengan lainnya sudah mulai kabur, sehingga perlu dilibatkan etik dan moral dalam penetapan ilmu, demi pelestarian dan peningkatan harkat dan derajat manusia sendiri. Perlunya cabang-cabang ilmu ”saling menyapa” dalam rangka membina dan mengembangkan dirinya.

Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan tak berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran, fisika, kimia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus mengenai keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerology (ilmu nujum dengan menggunakan bilangan) dimasukkanke dalam golongan cabang ilmu yang tidak berguna. Klasifikasi ini memberikan makna implisit menolak adanya sekularisme, karena wawasan Yang Kudus tidak menghalang-halangi orang untuk menekuni ilmu-ilmu pengetahuan duniawi secara teoritis dan praktis.

Secara umum ada tiga basis yang sangat mendasar dalam menyusun secara hirarkis ilmu-ilmu metodologis, ontologis, dan etis. Hampir ketiga kriteria ini dipakai dan diterima oleh para ilmuwan muslim sesudahnya membuat klasifikasi ilmu-ilmu.

Al-Farabi membuat klasifikasi ilmu secara filosofis ke dalam beberapa wilayah, seperti ilmu-ilmu matematis, ilmu alam, metafisika, ilmu politik, dan terakhir yurispedensi dan teologi dialektis. Beliau memberi perincian ilmu-ilmu religius (Ilahiyah) dalam bentuk kalam dan fikih lansung mengikuti perincian ilmu-ilmu filosofis, yakni matematika, ilmu alam, metafisika dan ilmu politik.

Sedangkan Al-Ghazali secara filosofis membagi ilmu ke dalam ilmu syar’iyyah dan ilmu aqliyyah. Oleh Al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga sebagai ilmu ghair syar’iyyah. Begitu juga Quthb al-Din membedakan jenis ilmu menjadi ulum hikmy dan ulum ghair hikmy. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religius, karena dia menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang       memiliki syar’iyyah (hokum wahyu).16

Pemakaian istilah ghair oleh Al-Ghazali dan Quthb al-Din untuk ilmu intelektual berarti, bagi keduanya ilmu syar’iyyah lebih utama dan lebih berperan sebagai basis (landasan) untuk menamai setiap ilmu lainnya.
Dr. Muhammad Al-Bahi membagi ilmu dari segi sumbernya terbagi menjadi dua, pertama; ilmu yang bersumber dari Tuhan, kedua; ilmu yang bersumber dari manusia. Al-Jurjani membagi ilmu menjadi dua jenis, yaitu, pertama, ilmu Qadim dan kedua ilmu hadis (baru). Ilmu Qadim adalah Ilmu Allah yang jelas sangat berbeda dari ilmu hadis (baru) yang dimiliki manusia sebagai hamba-Nya.

Namun di sini Penulis menganggap perlu mengemukakan klasifikasi Al-Ghazali, karena Al-Ghazali-lah sebagai peletak dasar filosofis pertama kali teori iluminasionis dalam arti pengetahuan yang datang dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran. Dan dia berpendapat bahwa pengetahuan intuisi (ma’rifah) yang dating dari Allah lansung kepada seseorang adalah pengetahuan yang benar.

Klasifikasi Al-Ghazali tentang ilmu syar’iyyah dan ilmu ‘aqliyyah:

Ø  Ilmu Syar’iyyah

1. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (al-Ushul)
1) Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-Tauhid)
2) Ilmu tentang Kenabian
3) Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
4) Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah (primer), ijma’, dan tradisi para sahabat (sekunder), ilmu ini terbagi menjadi dua kategori;
i. Ilmu-ilmu pengantar (ilmu alat)
ii. ilmu-ilmu pelengkap, terdiri dari ilmu Qur’an, ilmu riwayat al-Hadis, ilmu ushul fiqih, dan biografi para tokoh.
2. Ilmu tentang Cabang-cabang (Furu’)
1) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (Ibadah)
2) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat
3) Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiri (ilmu akhlak)

Ø  Ilmu Aqliyyah

1. Matematika: aritmatika, geometri, astronomi, dan astrologi, music
2. Logika
3. Fisika /Ilmu alam: kedokteran, meteorologi, mineralogi, kimia
4. Ilmu tentang wujud di luar alam, atau metafisika: Ontologi
1) Pengetahuan tentang esensi, sifat, dan aktifitas Ilahi
2) Pengetahuan tentang substansi-substansi sederhana
3) Ilmu tentang dunia halus
4) Ilmu tentang kenabian dan fenomena kewalian ilmu tentang mimpi
5) Teurgi (nairanjiyyat), ilmu ini menggunakan kekuatan-kekuatan bumi untuk menghasilkan efek tampak seperti supernatural

Sejarah perkembangan ilmu pasca Al-Ghazali mengalami pengaruh cukup signifikan. Bahwa pemikiran ilmu di dunia Islam cenderung kurang rasionalistik dan lebih selaras dengan pandangan dunia al-Qur’an. Oleh karena itu banyak pemikir dan filosof sesudahnya mengembalikan peran nalar pada posisi seimbang. Seperti Quthb al-Din memberikan klsifikasi jenis ilmu secara garis besar menjadi ilmu Hikmat (filosofis) dan ghair hikmat (nonfilosofis). Al-Ghazali yang sebenarnya berusaha meratakan jalan bagi penyebaran madzhab filsafat iluminasionis (isyroqi). Sedangkan Quthb al-Din mengacu lebih dari sekali pada basis Qur’anik Hikmat. Filsafatnya adalah filasafat iluminasionis (Hikmat Dzauqi) yang didasarkan pada pengalaman suprarasional atau iluminasi intelek, tetapi pada saat yang sama, dia memanfaatkan sebaik-baiknya penalaran Diskursif.

Dalam diskursus pemikiran jenis-jenis ilmu dalam Islam tersebut di atas, pemikiran falsafi yang sangat berbeda dengan Barat. Bentuk-bentuk pemikiran seperti Empirisme, rasionalisme, dan ilmu nasionisme telah banyak disinggung oleh para pemikir Islam sejak awal dengan basis landasan wawasan bahwa sumber pengetahuan adalah Yang Kudus. Namun penyebab perbedaan di antara hal ini adalah adanya concern dan penekanan metodologis, ontologism, dan etis dan yang memiliki kapasitas yang berbeda dan bersifat relatif.

Karena semua bentuk pengetahuan yang bersifat empiris, rasionalis, dan iluminasionis, ketiganya bersumber dari manusia yang bersifa relatif. Relatifitas itu tidak saja dari pemikiran, tetapi juga perangkat yang dimiliki oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan, seperti pancaindra, akal, dan wahyu. Oleh karena itu, hanya adanya wawasan Yang Kudus-lah yang membedakan pemikiran Islam dengan Barat.
Khususnya di abad komtemporer, upaya integrasi terus dilakukan guna mencapai upaya Islamisasi ilmu. Dan perihal yang perlu diketahui bahwa yang membedakan antara upaya pengembangan pembidangan ataupun klasifikasi jenis dan bentuk ilmu di Barat dan di dunia Islam adalah Islam mengenal visi, heararki kelilmuan. Yakni Islam memandang terdapat hirarki dalam obyek yang diketahui dan subyek yang mengetahui. Adanya pengakuan wawsan Yang Kudus dan kemudian terjabarakan secara hirarkis ke dalam perbagai bidang kelimuan. Dan masing-masing ilmu memiliki visi, teoritas dan religius.
Struktur ilmu -ilmu Islam ideal secara teoritis tak dapat ditemukan. Masing-masing klaisfikasi yang disodorkan oleh sarjan dan ilmuan muslim yang telah ada memiliki corak dan penekanan yang berbeda.

Sejak abad ke-19 dunia Islam telaah merasakan perbenturan dengan Barat. Sebagaimana yang disinggung oleh Fazlur Rahman. Bahwa hegemoni Barat dengan membawa nilai sekularnya pun menembus pada sendi-sendi, struktur-struktur ilmu-ilmu Islam, seperti di tingkat teoritis berupa gejala rasionalis buta yang tidak mengindahkan nuansa religius, dan akhirnya merambat ke tingkat praktisi. Oleh karena itu format ideal struktur ilmu-ilmu keislaman seharusnya disusun ulang secara komprehensif, dengan merumuskan adanya pengakuan secara sadar-atau menuju kmepada kesadaran Ilahiyah-terhadap sumner ilmu yang bersifat Esa. Yang diwahyukan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.